Sunday 18 July 2010

Kalo Cinta itu BUKAN Tulus


Anda pasti sering dengar tentang pepatah kuno, "kalo cinta itu tulus". Dimana prinsip yang namanya pamrih ditegakkan , gak ada yang namanya perhitungan atau menagih sesuatu...

Saya cuman ingin sekedar menulis tentang pemahaman teori saya dengan kenyataan yang ada . Hal ini berdasarkan beberapa pernyataan teman-teman saya yang bilang kalo cinta itu bukan logika dan matematika, namun masalah hati. Cinta itu menerima apa adanya, Kalo hati udah "tresno" ya udah bakalan jadi .

Tapi, kayaknya pepatah kuno itu bertentangan dengan teori interpersonal relationship. Coba renungkan teori dalam hubungan interpersonal (2 orang) ini. Menurut teori, Suatu hubungan dua personal yang memiliki kedekatan akan mengarah ke sebuah keintiman. Keintiman ini akan mengembangkan pengetahuan/ jarak antara kedua personal. Tentu saja sebuah kedekatan tidak saja begitu muncul tiba-tiba. Namun ada sejumlah proses yang mempengaruhi suatu hubungan.

Dalam kajian relationship, suatu hubungan dari dua personal dipengaruhi beberapa hal antara lain,
1. Rewards/benefits
2.
Costs/vulnerability
3. Satisfaction
4, Stability and security

Rewards atau benefits berkaitan dengan apa yang masing-masing individu dapatkan dalam sebuah hubungan. Keuntungan tidak sempit, tidak hanya terbatas materi, namun ragam bentuknya.
Cost atau biaya, merupakan faktor dimana akan seseorang akan meninjau kembali untuk menjalin hubungan dengan personal lain. berapa banyak dana yang direlakan!.
Satisfaction merupakan proses lanjutan dimana lebih berbentuk pengungkapan perasaan atas hubungan, apakah ada kepuasan tertentu dalam sebuah hubungan.. atau kepuasan2x lain yang didapatkan.
Sedangkan indikator Stability dan Security, adalah dimana perasaan kenyaman diperoleh setiap pasangan.

Lantas mana dari keempat hal tadi yang berkaitan dengan ketulusan ??

Dari persepsi ini, lantas saya mengartikan bahwa secara teori, mungkin kenyataan, bahwa menjalin hubungan memang ada keempat faktor tadi.

Study kasus, Seorang wanita mencari suami ustadz, dengan harapan anaknya juga saleh dan bisa membimbingnya. Persepsi saya, Harapan = nilai lebih atau benefits yang bisa diberikan si ustadz dibandingkan lelaki lain kepada si wanita dan benefits itu berbeda-beda tergantung target anda.

Misalnya, seorang lelaki ganteng dan kaya akhirnya memilih wanita yang berpendidikan rendah, tapi ngajinya luar biasa meskipun tidak cantik. Hal ini bisa saja karena dengan "spek" begitu si lelaki sudah merasa ada keuntungan buat dia, yakni pinter ngaji. Begitu juga dengan si wanita sudah sangat beruntung bagi dia, mendapat relasi ganteng dan kaya!

Lantas menurut saya, ini bukan konsep "apa adanya atau ala kadarnya", namun lebih mengarah pada konsep "apa yang ada"...

Seorang lelaki tadi akhirnya menjalin hubungan dengan si wanita karena pinter ngaji. Jadi itu benefit buat si lelaki. Sedangkan si wanita, ya sudah jelas beruntung, meskipun dalam harapannya tidak seperti itu. Namun, jika si wanita menolak , mungkin saja target si wanita ternyata bukan lelaki kaya dan ganteng tetapi suami yang seorang ustadz, karena menurut si wanita, benefits itu yang ingin dia dapatkan..

Jadi, menurut persepsi saya, hubungan itu karena ada keuntungan. Seseorang menjalin hubungan karena adanya simbolis mutualisme. Keuntungan ini yang tidak bisa diwujudkan atau dideskripsikan tergantung personal masing-masing.

Bahasa "Tulus" adalah konseptualisasi pelemahan bahasa yang sengaja dihaluskan karena kita hidup dalam konteks masyarakat ketimuran dan cendrung berbasa-basi dengan kenyataan yang ada..

Jadi terlepas dari Konsep "Tulus", benarkah persepsi saya?

Bagaimana menurut anda? apakah memang ada keuntungan bagi anda ketika anda menjalin hubungan dengan pihak lain? [jujur deh] (*)

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Post a Comment